Kamis, 13 Juni 2013

Hanya ada satu agama, meskipun ada seratus versi itu.

Betapa sedihnya Sang Nabi Yang Mulia, Junjungan akhir Nubuwah Tuhan dan Sang UtusanNya manakala Tatanan Ummat dan Ajaran yang telah dicontohkan Rosulullah Muhammad saw, sebagai Sang Penuntas akhir semua Kenabian dan Ajaran Tuhan (Allah) dilanda prahara insan, yang membawa panji-panji egonya sendiri-sendiri, dan bertanding ilmu demi subyektifitas diri sendiri, menanam kedengkian, dan menonjolkan grup dan golongannya. Parahnya lagi kebenaran ajaran diklaim hanya ada pada kelompok dan golongannya saja dengan menafikan kebenaran yang ada pada golongan yang lainnya. Kebenaraan menurut mereka ditinjau dari pengaruh dan banyaknya pengikut/jama'ah, bukan karena sudut pandang Allah dan RosulNya. Padahal "banyak" tak menjadi ukuran kebenaran, karena sangat berbeda tinjauannya. kebenaran logika haruslah bersesuaian dengan tuntunan wahyu  dan sunnah  kalau tidak, maka itu hanyalah mengada-ngada saja.
Apa yang sudah disatukan Nabiyullah, kita cerai-beraikan. Apa yang telah ditatanya, kita acak-acak. Risalah yang telah diparipurnakannya, kita sembunyikan, kita tambah-tambahkan dan kita kurang-kurangkan. Kehadirannya dibumi sebagai rahmat, sedang kita lebih banyak jadi azab karena berbuat fasad. Sukanya Allah dan RosulNya adalah  ummatnya menjadi Ummat yang satu padu, namun yang kita suka malah menjadikan ummat terfirqoh-firqoh. Beginikah laiknya kita ? menunjukkan diri dalam kancah dunia dengan menjadi penghasut yang begitu hasad, bukan membenahi tapi jadi perusuh yang merusak.

Tragis akhirnya karena  membawa perpecahan Ummat dan ajaran yang tak kepalang tanggung dahsyatnya.
Bagai jurang yang sangat dalam, atau bagai dinding tinggi  yang menjulang, kondisi firqoh itu sudah hampir tak bisa dipertemukan dalam arus Ummat dan ajaran.
Mengingat perjalanan Islam hingga firqohnya, sudah sejak  diawal tahun 35 Hijriah masa Kepemimpinan Khalifah ke 4 yaitu Ali bin Abi Tholib telah terjadi beberapa firqoh induk dan cikal bakal terbukanya  firqoh-firqoh  yang lainnya.

benarkah ini semua yang diinginkan Sang Nabi ???? kita yakin tidak, namun mengapa watak manusia suka bangga memandang dirinya dan bertanding ego tanpa mempertimbangkan Ajaran asli Nabinya ???, apakah hanya lantaran segelintir pujian, atau bayaran yang tak seberapa atau karena tawaran kedudukan hingga sanggup tertengkar dihadapan Allah dan RosulNya ? Padahal tak ada tuhunya manusia ini pada awalnya, dari Allah dan Rosulullah lah semuanya yang kita tahu, sedang kebanyakan yang dari diri kita hanya kelemahan, keburukan, syahwat dan hawa nafsu yang tetap kita rangkul kuat-kuat.





berjalan kalau bersama jama'ah tentu tiada taranya

Jumat, 01 Maret 2013

Polemik Pol itik

politik, politik .. betapa parah mental bangsa ini, Mulut sudah berucap kelakuan masih tak bisa dipertanggung jawabkan. Entah mana yang bisa dipegang. Kata memang tak jaminan, manusia berubah seiring keinginan dirinya. Waktu jua yang menjelaskan siapa kita sebenarnya.
Tokoh elit bangsa ini telah menjadi perampok negrinya sendiri. Tapi mukanya terus dipampangkan dan berkata : Pilihlah aku ! kita akan sama - sama membangun bangsa ini menjadi bangsa yang besar.  Ya, bangsa yang besar korupnya, bangsa yang bejat moralnya. 

Kalau Pemimpin  seperti itulah yang dijadikan pilihan berarti bangsa ini memang tak bisa diperecaya, sebab pemimpin pilihannya adalah yang lebih mengutamakan hal kekufuran daripada hal keimanan. Sejak kapan semua koruptor  bisa dibela, sejak kapan yang culas dielu-elukan  bagai bintang besar.Sejak kapan pula kebusukan dibalut  dan disulap menjadi kebaikan bersama !. Sejak kita merdeka ! bebas  dari kebenaran, bebas dari kejujuran, dan belajar mengikat diri dengan kenistaan dan menyatakan wajib untuk menipu dan berlaku culas.
Sekarang ini kalau tidak korupsi, dikatakan sok baik. Sekarang ini kalau tak ikut makan, dikatakan sok alim dan sekarang ini kalau tak ikut arus dikatakan bodoh.
Bukankah data itu cukup sudah kita dengar sebagai sesuatu masukan atau kritikan yang benar-benar sudah terbalik dari yang semestinya.

Politik-politik.... sudah biasa menjual yang buruk dengan bermanis mulut. sudah biasa menawarkan yang salah sebagai kebenaran hanya dengan cara menjual jabatan dan nama besar. Hah,  mata bisa tertipu tapi hati tak mungkin buta.